Saat tulisan ini dibuat, saya dalam keadaan begitu tenang, mantap tanpa keraguan dalam menyambut masa depan. Ibarat pendakian, langkahku seakan tanpa beban menelusuri tiap undakan. Kenapa ini yang dibahas ?
Ya, bagiku itu pertanyaan fundamental sebagai entry point untuk mengarungi bait-bait yang kubuat di baris selanjutnya.
Tanpa kita sadari bahwa kehidupan yang berjalan hari ini adalah hasil dari ketidaktahuan dan produk kecemasan dimasa lalu. Ada banyak orang yang frustasi untuk menjalani hidup. Banyak juga manusia yang ketakutan untuk bangun esok hari, bergerak menjalani aktifitas yang terlihat begitu kejam. Namun tidak sedikit juga makhluk yang bernafas menatap optimis untuk masa depan. Ada pepatah yang mengatakan :
“Berani hidup tak takut mati, takut mati jangan hidup, takut hidup ya mati saja."
Tanpa bisa dibantah, sebetulnya sudah ada skenario Tuhan yang bersemayam dalam diri tiap manusia. Termasuk soal kematian. Jika waktunya sudah tiba, tak satupun orang yang mampu mencegah. Kedatangannya adalah kepastian yang tidak bisa dihindari. Ketakutan tidak memperlambat kematian, keberanian tidak pula mempercepatnya.
Ibarat tanaman, pemahaman ini saya rawat dengan baik di kepala. Setiap waktu kuberi ia pupuk ingatan agar menjalar dalam sikap dan tindakan. Buah dari pemahaman inilah kemudian yang menghadirkan putik-putik optimistik dalam diriku. Hidup adalah bertahan dari semua ketidak pastian masa depan. Terus berupaya untuk memenuhi seluruh keinginan nafsu, bagian ini hanya interpretasi nakalku saja. Ya, menurutku nafsu lah penggerak dominan langkah manusia. Bagian ini sangat bisa diperdebatkan.
Malam ini, tepat di jantung kota bogor, Bumi Pasundan yang lebih akrab disapa dengan julukan kota hujan, saya berdialog dengan pikiranku dalam hening. Ya, Bogor adalah tempat dimana penulis berjuang untuk memperoleh ijazah. Selembar surat sakti, konon katanya bisa membuat hidup lebih terpandang dan dihormati.
Kota Bogor yang dianggap banyak orang sebagai penunjang ibukota, pesonanya memang tak kalah menggoda dibanding sang induk, Jakarta. Ia juga menawarkan imajinasi yang sangat manis bagi orang yang di daerah untuk merantau ke sini. Tanpa perlu disepakati, mayoritas masyarakat urban meyakini jika Bogor dan kota-kota besar lainnya adalah tempat untuk merubah nasib. Laksana telaga yang mampu menuntaskan bermacam dahaga.
Entah dari mana pemahaman itu kemudian mendominasi ruang-ruang dalam benak pikir manusia. Tapi yakinlah, pemahaman tersebut baru akan menemukan jawabannya setelah ditabrakkan dengan realitas. Apa yang diyakini memang tak sepenuhnya salah, tapi tidak juga seutuhnya benar. Endingnya tetap kembali pada perjuangan individu masing-masing. Kota metropolitan bisa jadi tempat paling eksotis bagi orang dengan segudang keberuntungan. Tapi juga bisa menjelma bagai neraka teruntuk orang yang ketiban sial.
Ibarat gula, perkotaan besar selalu didatangi oleh orang-orang dengan berbagai tujuan. Ada yang murni mengadu nasib, mencari nafkah, bekerja, kuliah, melacur dan lain sebagainya. Semuanya hanyut dalam irama perjuangan masing-masing. Tiap-tiap mereka, bergelut dengan ketidak pastian. Berjibaku dengan kenyataan untuk memenangkan jaminan hidup masa mendatang. Kadang untung, kadang buntung!
Lagi-lagi, kecemasanlah yang menjadi irama paling pasti dalam denting waktu. Takut dan was-was adalah benalu yang menggerogoti pikiran tiap manusia.
Ya ya ya..... Itulah permasalahannya. Tidak ada satupun rumus baku yang bisa menjawabnya kecuali diri sendiri !!!
Tidak terasa, waktu terus berputar, bulan terus berjalan dan musim terus berganti. Namun saya masih di posisi yang sama. Tidak berubah. Tetap berada dalam titik koordinat ketidakmampuan menafsir masa depan. Tapi sudahlah, sebagai makhluk, saya memang tak punya kapasitas untuk mengintervensi wewenang sang Kholik. Perkara masa depan, itu adalah lokus Tuhan semata.
****
Ribuan tahun lalu, seseorang datang dengan gagasan ketidakkekalan. Sesuatu yang kita anggap baru, suatu saat akan menjadi usang. Penemuan demi penemuan datang saling memperbaharui. Rumusnya sederhana, tak ada gagasan yang abadi. Semuanya tidak bertahan selamanya. Bukan berarti nilainya berkurang, namun kodratnya memang begitu adanya. Setiap entitas harus patuh pada proses. Musti tunduk pada siklus.
Baik kehidupan maupun kematian, sejujurnya tidak ada yang tahu. Tak seorangpun dari kita mampu menafsirnya. Sebaik-baik pemahaman tentang masa depan yang bisa kita pelihara hanyalah keyakinan menghadapinya dengan sikap mantab dan percaya diri. Masa lalu adalah kenyataan yang sudah terjadi. Ia serupa bayangan yang selalu mengikuti. Tetapi keberadaannya bukan untuk menghambat masa depan. Ia semacam spion yang bertugas memantulkan masa silam yang telah dilalui. Hasil dari memori ingatan yang sudah dilewati.
Masa depan memang masih misteri. Tapi bukan berarti tak mampu ditentukan dari sekarang. Semua kita bebas berangan-angan, menyusun rencana dan harapan, tapi tidak semua orang mendapatkan jaminan untuk kepastian angan-angannya. Apapun endingnya, yang bisa kita lakukan hanyalah merawat ikhtiar dengan perjuangan dan pengorbanan.
Terkadang pikiran memang kerap offside. Ia lebih maju dari pada aksi yang dilakukan. Kekhawatiran masa depan kerap mendahului tindakan. Banyak dari kita mencemaskan sesuatu yang sebenarnya belum terjadi dan dirasakan. Kita bergerak seakan melampaui takdir Tuhan, sang pemilik masa depan. Ingat kita bukan Tuhan.
Andaikan keinginan dan kenyataan bisa bersahabat dengan baik, mampu kita setting sesuai kehendak, mungkin tak banyak manusia yang sadar arti sebuah perjuangan. Hidup ini akan terasa hambar karena kepastian akan datang tanpa perlu pengorbanan. Tidak ada cerita manis sebuah perjuangan. Bagiku, inilah alasan paling tepat untuk menguatkan diri sendiri saat bergelut dengan ketidakpastian,keraguan dan kecemasan.
Untuk meraih masa depan yang diinginkan, jangan takut dibenci karna berbeda pijakan. Jangan memaksakan diri memasuki ruang orang lain hanya sekedar untuk disenangi. Lebih baik tetapkan pondasi, biarlah yang beda tetap beda dan sama tetap sama. Karena Kanan tidak sama dengan kiri. Keduanya saling melengkapi. Perhatikan saja ayunan kaki saat melangkah, kanan dan kiri tak pernah sejajar, tapi bergantian. Kecuali kalimat yang saya tuliskan ini, kanan dan kiri saling berdampingan untuk mengetik kata demi katanya.
Ada beberapa hal yang diluar kendali kita. Sesuatu yang seharusnya tidak dipikirkan, yakni seperti tindakan orang lain terhadap kita, opini orang lain, dan bencana alam yang tidak bisa diprediksi secara akurat, begitu menurut pemikiran Sotoisisme. Pada perkara di atas, sekeras apapun usaha kita tidak akan mengubah itu semua. Jadi, jangan biarkan urusan hidup kota tersedot dalam hal-hal yang kontra produktif.jalan terbaik adalah mengubah mengubah hidup dari jalur diri sendiri yaitu pendekatan internal, seperti persepsi diri sendiri, keinginan sendiri dan tujuan diri sendiri. Sebab sebagai manusia, ada ruang-ruang ikhtiar yang masih bisa kita kendalikan, sebatas belum masuk wilayah takdir Tuhan.
Tuhan tidak akan pernah membatasi ikhtiar umatnya. Pepatah mengatakan, apa yang kau tanam itulah yang kau dapat. Apa yang kita yakini akan terkabul, maka itulah yang akan diijabah okeh Tuhan. Ada beberapa klausal hukum sederhana perihal sebab akibat yang diyakini beberapa orang:
Hukum Keyakinan : Apapun yang kita yakini dengan sepenuh hati akan menjadi kenyataan.
Hukum Harapan : Apapun yang kita harapkan dengan penuh percaya diri, menjadi harapan yang terpenuhi dengan sendirinya.
Hukum Ketertarikan : Kita adalah magnet hidup. Kita menarik orang-orang, situasi dan keadaan yang sejalan dengan pikiran dominan ke dalam hidup kita.
Hukum Kesesuaian : Dunia luar merupakan cermin dunia dalam kita. Ia sesuai dengan pola dominan pikiran kita.
Ini hanyalah rumusan sederhana saja dari ribuan bahkan jutaan kecemasan yang masih tersimpan di pikiran kita.
Semoga bermanfaat !!!